Beda Azaz, beda praktek....
(tulisan Anang Wisnu - praktisi Taichi Chuan di http://www.koran-o.com/2012/ragam/beda-azas-beda-praktik-8175)
Pada dasarnya ada perbedaan pendapat dalam memperlakukan Taichi sebagai olahraga sekaligus sebuah ilmu. Perbedaan pendapat ini biasanya dikarenakan perbedaan azas yang mendasari bagaimana Taichi itu dipandang.
Paling tidak ada 3 kelompok perspektif dalam memahami Taichi.
#1. Para praktisi senam yang bertahun-tahun menikmati kebugaran Taichi
akan lebih suka menempatkan
Taichi
sebagai olahraga. Bersamaan dengan itu orang-orang yang bergabung dalam klub
Taichi
lebih menyukai senam
Taichi
sekadar wahana bersosialisasi, rekreasi dan olahraga kebugaran.
#2. Para praktisi olahraga yang berkecimpung di sasana, akan lebih memandang Taichi
sebagai olahraga prestasi. Hal ini juga berkaitan dengan kepercayaan diri dan aktualisasi diri, kebanggaan dan tujuan atau makna hidup lewat kompetisi.
#3. Lain halnya dengan para praktisi yang ingin tahu apa sebenarnya Taichi
itu. Ketika membaca naskah Taijiquan Lun (taichi klasik) orang-orang yang merasa menemukan sesuatu makna, akan memandang
Taichi
sebagai jalan hidup. Mereka melihat
Taichi
sebagai persoalan kehidupan. Di sini akan muncul keinginan mempelajari dan mendalami
Taichi
apa adanya. Sebab dengan
Taichi
klasik akan nampak praktik
Taichi yang ada dan meluas di dunia saat ini banyak terpangkas. Keaslian dan kelengkapan
Taichi
tidak lagi berdasar pada materi/jurus lagi, tapi hukum-hukum dan falsafah.
Termasuk dalam falsafah, adalah sisi bela diri dan sisi spiritual yang pada praktek
Taichi
olahraga kurang disentuh.
ATNI vs FORMI-Wushu Indonesia
Pengorganisasian olahraga
Taichi
pada awalnya memang juga bertujuan merangkum semua perbedaan pendapat dan perbedaan kebutuhan.
Tetapi, akhirnya ada yang merasa tidak berkembang atau merasa kurang cocok dengan pelaksanaan latihan.
Misalnya saja, ATNI (Asosiasi Taijiquan Nasional Indonesia) yang kemudian menganggap pelaksanaan olahraga Taichi di bawah FORMI (Federasi Olah Raga Rekreasi Masyarakat Indonesia)
dan
Wushu Indonesia
tidak sesuai dengan Taichi
yang sesungguhnya.
ATNI melihat
Taichi
berdasar Taijiquan Lun, sedangkan FORMI dan Wushu Indonesia hanya mengambil jurus 24 saja.
Persoalan seperti ini bukanlah hal baru karena beberapa master
Taichi
di RRC pun beberapa waktu lalu pernah menggagas untuk menciptakan jurus baru karena jurus Beijing style 24 dinilai kurang memenuhi kapasitas yang mencitrakan apa itu sebenarnya
Taichi
chuan.
Akhirnya muncullah jurus-jurus yang dianggap lebih mumpuni seperti jurus 32 dan 40. Namun ini bukan berarti masalahnya sudah selesai.
Sebetulnya pewadahan latihan Taichi dalam skala besar tentulah bertujuan merangkul semua elemen. Namun ternyata faktor-faktor luar seperti keanekaragaman kepribadian orang, budaya setempat, dan instansi atau tempat latihan juga berpengaruh.
Di kota metropolitan seperti Jakarta, Taichi bisa hadir dalam dua wajah sekaligus yaitu: senam kebugaran dan latihan bela diri.
Bela diri sangatlah laris di tempat yang memiliki risiko kekerasan yang mengancam jiwa. Mau tidak mau Taichi pun harus menunjukkan sisi bela dirinya sebagaimana aslinya. Namun di kota yang adem ayem seperti Jogja, Taichi hanya akan dianggap olahraga untuk kesehatan.
Perbedaan pemikiran mestinya disikapi dengan bijak menggunakan segenap tata laksana dari sebuah organisasi yang mewadahi. Organisasi Taichi mestinya bukan hanya menjalin silaturahmi dan melangsungkan latihan rutin saja, tetapi juga sebagai tempat bereksplorasi dan bereksperimen secara aman.
Oleh karena itu tidaklah salah jika undang-undang pemerintah maupun AD/ART organisasi mengatur hal itu. Namun perlu diperhatikan beberapa hal antara lain wadah latihan Taichi mestinya bersifat umum dan terbuka, sesuai dengan sifat olahraga masyarakat yang benar-benar bisa mengolahragakan masyarakat dan memasyarakatkan olahraga.
Wadah tersebut adalah organisasi yang menjaga kelangsungan Taichi sebagai cabang olahraga yang terstandardisasi internasional maupun sebagai ilmu yang mengakar pada budaya asalnya. Organisasi boleh bersifat profit maupun non-profit. Namun tetap profesional.
Organisasi yang mewadahi Taichi juga berperan mengembangkan Taichi secara luas agar kelangsungan Taichi sebagai aset masyarakat tidak hanya menjadi tanggung jawab sasana. Jika melihat sistem sasana Taichi menjadi semacam akademi yang menyediakan Taichi apa adanya. Semua dihidupi dan secara profesional dihargai. Semuanya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing tanpa harus ada penyeragaman yang justru mengurangi nilai Taichi itu sendiri.
Taichi adalah sebuah ilmu yang sangat luas.
Sebetulnya pewadahan latihan Taichi dalam skala besar tentulah bertujuan merangkul semua elemen. Namun ternyata faktor-faktor luar seperti keanekaragaman kepribadian orang, budaya setempat, dan instansi atau tempat latihan juga berpengaruh.
Di kota metropolitan seperti Jakarta, Taichi bisa hadir dalam dua wajah sekaligus yaitu: senam kebugaran dan latihan bela diri.
Bela diri sangatlah laris di tempat yang memiliki risiko kekerasan yang mengancam jiwa. Mau tidak mau Taichi pun harus menunjukkan sisi bela dirinya sebagaimana aslinya. Namun di kota yang adem ayem seperti Jogja, Taichi hanya akan dianggap olahraga untuk kesehatan.
Perbedaan pemikiran mestinya disikapi dengan bijak menggunakan segenap tata laksana dari sebuah organisasi yang mewadahi. Organisasi Taichi mestinya bukan hanya menjalin silaturahmi dan melangsungkan latihan rutin saja, tetapi juga sebagai tempat bereksplorasi dan bereksperimen secara aman.
Oleh karena itu tidaklah salah jika undang-undang pemerintah maupun AD/ART organisasi mengatur hal itu. Namun perlu diperhatikan beberapa hal antara lain wadah latihan Taichi mestinya bersifat umum dan terbuka, sesuai dengan sifat olahraga masyarakat yang benar-benar bisa mengolahragakan masyarakat dan memasyarakatkan olahraga.
Wadah tersebut adalah organisasi yang menjaga kelangsungan Taichi sebagai cabang olahraga yang terstandardisasi internasional maupun sebagai ilmu yang mengakar pada budaya asalnya. Organisasi boleh bersifat profit maupun non-profit. Namun tetap profesional.
Organisasi yang mewadahi Taichi juga berperan mengembangkan Taichi secara luas agar kelangsungan Taichi sebagai aset masyarakat tidak hanya menjadi tanggung jawab sasana. Jika melihat sistem sasana Taichi menjadi semacam akademi yang menyediakan Taichi apa adanya. Semua dihidupi dan secara profesional dihargai. Semuanya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing tanpa harus ada penyeragaman yang justru mengurangi nilai Taichi itu sendiri.
Taichi adalah sebuah ilmu yang sangat luas.
untuk senam taichi, haruskah ada pelatih bersertifikat yang mengajarinya? dan haruskah mengenakan baju khusus seperti baju senam body image? terimakasih ^^
ReplyDeleteSejauh yg saya tahu tidak ada keharusan sertifikasi dalam melatih taiji. Memang pelatih yg benar dan baik akan menentukan kualitas taiji yg kita latih. Juga tidak ada keharusan pakaian apa yg digunakan utk berlatih... :)
DeleteSenam Taichi ini senam baru ya sis? bedanya sama senam tera apa ya trus apakah baju senam'nya juga beda? thx ya sis :)
ReplyDeleteYang pernah saya dengar dari pengurus wushu, senam terra itu adalah potongan2 latihan taiji yang diaplikasikan utk senam kesehatan. Krn dulu masa orba/orla, atribut tionghoa dilarang sehingga tidak menggunakan nama taiji..
Deletehttps://www.youtube.com/watch?v=VpjrBlFfLAc mungkin video ini bisa menjelaskan... :D
ReplyDeletesenam taichi di kota mang dimana ya,?"
ReplyDeletemaksudnya kota malang?
ReplyDeleteTahun baru telah menanti kita semua, menjelang akhir tahun kami S1288poker akan membagikan Free chips untuk anda semua member setia S1288poker. Mau chips gratis? dan hadian nya?
ReplyDeleteMari bergabung sekarang juga hanya DI S1288poker
untuk info lebih lanjut silakan hubungi kontak CS S1288poker di bawah ini
BBM - 7AC8D76B
WA - 08122221680
LINE : S1288_POKER
Salam JP
by S1288poker.